Kehidupan di kampung memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan kehidupan di perkotaan. Salah satu yang membedakan dari sisi alam adalah kehidupan di kampung lebih mengandalkan alam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat lebih banyak mengandalkan hasil pertanian untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Masyarakat kampung memiliki waktu lebih banyak dan tidak terikat oleh suatu pekerjaan sehingga cenderung lebih santai dalam menjalani kehidupan.
Sebaliknya, masyarakat perkotaan memiliki kehidupan yang terikat oleh pekerjaan. Masyarakat perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lebih banyak atau seratus persen bergantung kepada uang yang dihasilkan. Semakin banyak uang yang dihasilkan maka semakin besar peluang untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Maka muncul istilah Time is Money, waktu adalah uang. Istilah ini tepat diterapkan di kota tetapi kurang tepat diterapkan di desa.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan antara kampung dan kota, kampung atau daerah pedesaan masih memiliki kendala yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan di era digital saat ini. Kendala tersebut adalah kurangnya akses internet. Saya sebagai salah satu penghuni kampung di Indonesia, merasakan betapa sangat terbatas untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang membutuhkan akses internet, seperti webinar dan konferensi. Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh masyarakat kampung untuk mengatasi kendala ini.
Warga kampung , tua muda mendatangi balai desa. Saya dan warga yang lain akan mendapatkan sinyal internet dari antena yang dipancarkan dari balai desa. Kantor desa seperti magnet yang menarik semua warga desa yang membutuhkan akses internet. Semakin dekat dengan kantor desa, sinyal internet semakin kuat. Saya melihat anak-anak menggunakan sinyal internet dari desa untuk kebutuhan belajar, dan tidak dipungkiri ada yang lebih banyak menggunaannya untuk main game online.
Ada satu ciri khas sinyal internet di kampung, yaitu tidak semua tempat memiliki akses internet. Saya terkadang harus jongkok di depan jendela rumah. Inilah tempat favorit saya dan anggota keluarga. Saya tidak dapat santai duduk sambil mengakses internet di sofa. Saya harus mendekati titik tertentu.
Sebagian masyarakat menemukan piranti untuk mendapatkan sinyal internet, yaitu menggunakan wajan atau alat penggorengan. Tidak sedikit, ibu-ibu di kampung, sewot dengan suaminya karena wajan yang seharusnya untuk menggoreng di gunakan untuk menangkap sinyal. Saya izin ke istri saya untuk menggunakan wajan sebagai alat menangkap sinyal. Kreatifitas selalu ada ditengah keterbatasan. Tidak ada alat penangkap sinyal, wajan pun jadi solusi demi untuk mendapatkan sinyal internet.
Kecanggihan teknologi mengharuskan kita mengikuti perkembanganya. Walaupun hidup di desa kita tidak mau tertinggal dari pesatnya perkembangan media sosial. Kalaupun terkendala signal tidak menjadi masalah. Seiring berjalannya waktu, internet di desa-desa mulai lancar dan merata sampai pelosok negeri. Pada masa pandemi belajar dari rumah secara daring berjalan dengan lancar.

Saya adalah guru yang senang menulis dan berwiraswasta sektor agroforestri dan farming