Do’a yang dilantunkan di bulan sya’ban sebagaimana yang diajarkan oleh rasulullah adalah Allohuma bariklana fi sya’bana wa balihgna fi Ramadan. Bulan sya’ban merupakan bulan persiapan untuk menyambut bulan Ramadan . Rasulullah paling banyak berpuasa selain di bulan Ramadan yaitu di bulan sya’ban. Ini menunjukkan persiapan yang dilakukan oleh rasulullah dalam menyambut bulan puasa.
Aisyah ra meriwayatkan hadist tentang rasulullah melaksanakan puasa di bulan ini. Dia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW shaum sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadan (puasa wajib), dan aku tidak pernah melihat rasulullah SAW memperbanyak shaum sunnah kecuali pada sya’ban.” (HR Bukhari Muslim)
Semangat berpuasa di bulan sya’ban menjadi salah satu misi penyambutan bulan Ramadan . Istri saya selalu membangunkan saya untuk shalat malam dan puasa di bulan sya’ban. Saking semangatnya, mengajak untuk puasa Dawud. Saya sanggupi. Bismillah kita puasa Dawud. Sehari puasa dan sehari tidak, puasa yaumul bidh, kita lakukan bersama-sama dengan anak anak. Inilah kenangan di bulan sya’ban 1441 H bersama anak-anak di situasi lockhome pandemik Covid-19.

Persiapan ruhani sebelum masuk bulan Ramadan perlu dilakukan. Meski *futihat abwabul jannaah wa ghuliqat abwabun nar*, bukan berarti seseorang terbebas dari godaan syaitan dan dengan mudah menjalankan ibadah dan amalan bulan Ramadan . Ternyata, tidak. Banyak halangan dan rintangan seseorang beribadah di bulan Ramadan . Banyak godaan setiap saat ketika seseorang sedang berpuasa. Itulah pentingnya persiapan ruhani.
Imam At Thabrani Ad Dailami meriwayatkan doa Rasulullah SAW ketika memasuki bulan Ramadan , Allohuma sallimni li Ramadan , wa sallim Ramadan a lii, wa salimhu mini.” (ya Alloh SWT selamatkanlah aku (dari penyakit dan uzur lain) demi (ibadah) bulan Ramadan , selamatkanlah (penampakan hilal) Ramadan untukku, dan selamatkanlah aku (dari maksiat) di bulan Ramadan .”
Saya dan keluarga mengakhiri bulan sya’ban dengan kegiatan bersih-bersih rumah dan segala sesuatu yang sudah disiapkan untuk kelancaran dan kekhusu’an ibadah. Dibantu oleh tetangga menyiapkan kayu bakar untuk sebulan. Kami tebang beberapa pohon di ladang. Pohon saya jual dan rantingnya saya manfaatkan untuk kayu. Kayu bakar yang terkumpul dapat digunakan untuk beberapa bulan. Saya berharap hingga lockhome selesai.
Pawon dibersihkan dari abu yang sudah menumpuk. Lingkungan dapur disterilkan dari barang-barang yang mengganggu pandangan. Semua sudah perfect untuk menyambut bulan Ramadan . Kami sekeluarga bersyukur diberkati di bulan sya’ban dan diberi umur untuk memasuki bulan Ramadan 1441 H.
Semua anggota keluarga kerja bhakti. Ruang tempat shalat dirumah dirapikan. Anak-anak menyapu, saya menyeleksi berkas kertas yang penting dan tidak penting. Kamu pilah, sebagian diarsip sebagian masuk ke gudang. Hari ini, sore nanti kami menyambut bulan penuh berkah. Dalam hati saya berdoa, “ya Alloh syukur kami tak terhingga, kami dapat berkumpul dengan semua anggota keluarga.”
Dibalik rasa syukur, bergelayut pikiran tentang suasana Ramadan 1441 H yang sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Di tiap gang kampung kami ditutup dengan palang bambu. Tidak ada akses masuk ke mushala atau masjid. Untuk menuju ke mushala kecil, harus menyelinap atau melompati palang bambu. Ini fenomena sangat ganjil yang kamibalami di Ramadan 1441 H.
Di hari pertama bulan Ramadan , terpaksa kami tidak dapat shalat taraweh bersama anak-anak di mushala karena jumlah jama’ah dibatasi. Anak-anak dan istri menuju rumah si mbah yang berjarak 50 meter. Saya menuju mushala kampung yang berjarak 100 meter. Kami sholat isya dilanjut shalat taraweh dengan jama’ah terbatas dan ambil jarak antar jama’ah.
Malam Ramadan telah berlalu, sepertiga malam pertama bulan Ramadan , kami bangun tidur untuk sahur bersama. Kami lewati sahur dengan penuh bahagia. Menunggu adzan shubuh, kami tadarus, hingga waktu shubuh lewat, tidak terdengar adzan dari musholla.
Kegiatan berjamaah shubuh tidak dapat kami laksanakan. Sepertinya mushola tidak mengumandangkan adzan. Saya berharap ada lantunan iqamah. Tidak juga. Akhirnya, kami sekeluarga sholat shubuh di rumah.
Itulah hari-hari awal Ramadan 1441 H yang kami lalui. Persiapan jasmani dan rahani yang telah kami jalankan tidak mensurutkan semangat ibadah meski dalam situasi seperti ini. Semua ada hikmah di balik ujian dan musibah.

Saya adalah guru yang senang menulis dan berwiraswasta sektor agroforestri dan farming